Bertahun-tahun kita dicekoki jargon ekonomi yang pro rakyat. Tapi apakah kita tahu makhluk seperti apaan yang disebut "ekonomi kerakyatan" itu? Bagi gue, yang namanya ekonomi kerakyatan itu bak makhluk gaib yang ga bisa diidentifikasi. Ga jelas indikatornya. Bagi gue, yang namanya ekonomi itu hanya bisa diukur dengan perut. Kalo perut gue kenyang sepanjang hari, berarti ekonomi membaik. Bila gue makin kelaperan, berarti pemerintah ga becus memperbaiki ekonomi negeri he he..
Semua tentu setuju, agar perut kenyang, diperlukan doku
alias duit. Jadi biar ga kelaperan, kita harus jadi orang kaya. Jaman gue masih
mahasiswa, gue juga sempat bercita-cita jadi orang kaya. So, saat itu gue sempat tertarik dengan salah satu buku yang menurut gue
bener-bener membuka cakrawala berfikir. Judulnya Rich Dad Poor Dad karangan Robert Kiyosaki. Gue sampe terpana baca
tu buku. Ternyata jadi orang kaya itu gampang, caranya ya jadi pengusaha terus
ngumpulin aset sebanyak-banyaknya yang bisa bikin kita terjamin keuangan seumur
hidup.
Gara-gara buku ini gue sempat keranjingan bisnis. Dari
sejak mahasiswa gue udah senang jualan. Ada banyak bisnis kelas teri yang
pernah gue garap, dari mulai jualan es buah, jual gorengan, jual kartu telepon,
sampe jualan batik pekalongan. Selain untuk nyambung hidup, gue pikir belajar
bisnis sangat penting sebagai bekal gue agar suatu saat gue bisa jadi orang
kaya.
Untuk mempraktekan ilmu Robert Kiyosaki, selepas jadi
mahasiswa gue sempet nyoba beberapa bisnis, salah satunya bisnis penyewaan buku.
Bisnis ini gue lakonin karena gue emang keranjingan sama komik. Dengan jalanin
bisnis ini, selain gue bisa koleksi novel dan komik kesukaan gue, gue juga dapet
penghasilan dari nyewain buku ke para pelajar dan mahasiswa (waktu itu biaya
sewanya Rp. 1000/buku).
Bisnis gue ini cukup sukses sampe gue sempet buka empat
cabang, dua di Depok, satu di Jakarta dan satu lagi di Bekasi. Sayang, dunia
keburu diserang e-book hingga para
pelanggan gue bubar. Lagian kayaknya sekarang minat baca remaja udah ga sehebat
dulu lagi. Sekarang mereka lebih suka chating,
maen game, download lagu atau ngegosip di facebook
atau twitter ketimbang baca buku.
Dari pengalaman gue selama beberapa tahun bergelut di
bidang wirausaha, gue jadi paham bahwa jadi pengusaha di negeri ini ga seindah
yang dibayangkan. Teori Robert Kiyosaki 100% ga berlaku di Indonesia. Kenapa?
Karena negeri ini bagaikan The Killing
Machine bagi pengusaha kecil. Dulu negeri kita dianggap negeri yang makmur
dan menyimpan banyak harapan. Sebagai mantan mahasiswa pertanian, gue tau benar
bahwa negeri kita merupakan jamrud khatulistiwa. Negeri yang sangat subur sampai-sampai
ada lagu Koesploes yang bunyinya “Tanah kita tanah surga, tempat kayu dan batu
jadi tanaman...” Sekarang sih boro-boro. Negerinya sih tetap subur, tapi yang
tumbuh bukannya tanaman. Yang bermunculan malah lahan gundul akibat pembalakan
liar. Sawah-saawah pada habis digusur jadi pabrik dan perumahan. Harusnya lagu
Koes Ploes diganti syairnya jadi “Tanah kita tanah koruptor, tempat pabrik dan
mall jadi duit....”
Kebijakan ekonomi negeri kita emang udah keblinger.
Bayangkan, negara miskin kayak kita dengan sombongnya menganut politik pasar
bebas. Semua barang dari luar negeri bebas masuk. Tidak ada pembatasan sama
sekali. Bahkan kita berani menurunkan pajak bea masuk hingga nol persen. APA
PEMERINTAH KITA SUDAH GILA? Bagaimana pengusaha kecil bisa bersaing dengan
produk Jepang dan Korea yang high tech
atau dengan produk pertanian China dan
Thailand yang harganya murah ga ketulungan? Gimana petani kere kita yang cuma
punya lahan selebar daun kelor bisa bersaing dengan produk-produk pertanian
dari luar negeri yang diproduksi massal dengan luas tanam ribuan hektar?
SABLENG!!!
Yang lebih mengiriskan, ujung tombak produk-produk
kita, yaitu pasar, juga dikuasai kapitalis. Pasar tradisional diberangus. Tata
niaga pemasaran lokal hancur lebur. Dulu pedagang pasar lokal adalah ujung
tombak bagi distribusi dan pemasaran produk kita. Sekarang? Semuanya diganti
Mall dan pusat perbelanjaan. Banyak Mall dan pusat perbelanjaan yang nerapin
aturan yang seenak perutnya sendiri sehingga produk-produk usaha kecil sulit
masuk. Kalaupun bisa masuk, ada segambreng persyaratan yang nyaris mustahil di
penuhi. Gue pernah nemenin teman gue masukin barang ke salah satu jaringan
minimarket. Busyet, persyaratannya banyak banget. Selain merk yang harus
terdaftar dan kemasan yang harus memenuhi persyaratan, pembayarannya juga
berjangka, tiap 30 hari. Lha temen gue yang buat modal aja harus ngutang
sana-sini gimana bisa bertahan kalo masukin barang baru sebulan kemudian di
bayar. Itupun kalo laku.
Bayangkan, survei tahun 2010 saja menyatakan bahwa negeri
kita punya lebih dari 250 mal dan pusat perbelanjaan, dan terus bertambah tiap
tahunnya dengan kecepatan yang fantastis. Jakarta bahkan pernah dinobatkan
sebagai kota dengan mall terbanyak di dunia. Ini belum termasuk jaringan
minimarket dan pusat perbelanjaan kecil-kecilan yang jumlahnya ribuan. Yang
lebih gilanya lagi, cuma di negeri ini yang mengijinkan mal berdiri
berdampingan sama pasar tradisional. Otomatis begitu mal buka, semua pedangan
pasar pada tepar karena kehilangan pelanggan.
Nah, karena di negeri ini udah ga ada lagi perlindungan
sama usaha kecil, gue terpaksa melepas cita-cita gue jadi pengusaha. Buku
Robert Kiyosaki gue bungkus pake kertas koran dan gue lempar ke gudang. Gue mau
baca lagi tu buku kalo negeri ini tidak lagi menganut sistem kapitalis atau suatu
saat gue dapet rejeki dan bisa ngungsi ke luar negeri. Kalau bisa ke luar
negeri, gue mau bikin toko kecil di Rodeo Drive-LA, Oxford Street-London,
Distrik Ginza-Tokyo atau ke negara-negara lain yang melindungi toko-toko kecil
dari serangan kapitalis penghancur ekonomi lokal.
Masalah yang kemudian muncul akibat cita-cita gue jadi
pengusaha ini adalah darimana gue dapetin modal. Kalo cuma modal isi kolor
doang jelas ga mungkin. Emangnya gue gigolo? Kalaupun gue punya duit puluhan
juta, tetap aja ga mungkin gue bisa jadi pengusaha kaya.
Di negeri ini kalo ga punya modal milyaran, ga mungkin
bisa bertahan dalam bisnis. Kalaupun gue bisa pinjem ke bank dengan jaminin
rumah gue yang segede upil, paling gue dapet duit dibawah seratus juta. Nah,
mau bisnis apa dengan duit kere kayak gitu? Mau bikin restoran? Ga mungkin. Gue
pasti kalah sama restoran-restoran waralaba luar negeri. Mau buka butik? Gue
pasti tergilas sama Factory Outlet yang menjamur. Mau bikin toko kelontong?
Bingung juga karena di sekitar gue bejibun dengan minimarket. Mau bikin lokalisasi?
Gue takut leher gue dipelintir sama ustad. Mau buka kantin baru di samping
kantor? Gue pasti disantet sama pemilik kantin lama. Jadi kesimpulan gue, bullshit banget kalo gue bisa bisnis
dengan modal kecil. Mungkin gue bisa idup, tapi gue ga mungkin bisa kaya.
Satu-satunya cara adalah gue harus ngumpulin modal milyaran dulu, baru gue
berani terjun ke bisnis. Masalahnya darimana gue bisa dapet duit sebanyak itu?
Setelah gue riset berminggu-minggu bagaimana cara
dapetin uang semilyar di negeri ini, ternyata pilihannya ga banyak. Pertama
uang sebesar itu bisa gue dapet kalo gue bisa korupsi. Masalahnya di kantor apa
yang mau gue korupsi? Masa jepitan ato isi hekter mesti gue embat? Perlu berapa
abad gue harus ngumpulin jepitan dan isi hekter sampe gue bisa dapet duit
semilyar? Lagian menurut gue koruptor itu setali tiga uang sama maling. Selain
dosa, gue ga mau di akhirat nanti gue dikumpulin dan diiket sama pencuri ayam
dan pencuri sendal. Huh bener-bener
profesi yang ga keren.
Jalan kedua yang bisa gue lakuin adalah jadi anggota
dewan. Gue liat beberapa temen gue yang terpilih jadi anggota dewan mendadak
jadi kaya raya. Duitnya milyaran, meskipun gue ga tau darimana dia bisa dapet
duit sebanyak itu. Sayangnya untuk jadi anggota dewan juga perlu modal besar.
Modal tampang si gue udah PD banget. Buktinya gue jadi pavorit ibu-ibu di
komplek rumah gue. Setiap pagi kalo gue lewat mereka senyum-senyum dengan
tatapan menggoda. Jadi menurut gue, ga terlalu sulit naklukin pemilih ibu-ibu. Cukup
gue pasang tampang keren dengan senyum ala Ariel Peterpan, mereka pasti
langsung pada rebutan milih gue.
Gimana dengan pemilih remaja? Ah gampang. Gue tinggal
duet nyanyi sama Cherrybelle, dijamin remaja cewek jerit-jerit milih gue.
Gimana dengan pemilih lainnya kayak abang becak, sopir angkot atau tukang ojek?
Ini juga gampang. Tinggal gue selenggarain pesta dangdut ala goyang Inul, semua
pasti milih gue. Yang gue ga punya biaya kampanye. Gue denger butuh duit
milyaran buat kampanye jadi anggota legislatif. Lho, cita-cita gue kan pengen
dapetin duit semilyar, kenapa gue malah
harus keluar duit milyaran? Bener-bener ide sableng.
Karena dua pilihan diatas ga mungkin gue lakuin,
jadinya gue terpaksa milih jalan paling mudah yaitu cara terakhir yaitu dapet
duit ala Supranatural. Ho ho...dengan menggunakan jalan ini gue ga perlu keluar
duit banyak, paling butuh beberapa lembar uang seratus rebuan tuk nyogok dukun.
Menurut dukun sakti yang gue datengin, ada beberapa
pilihan bisa jadi kaya dengan cara magis. Pilihan pertama adalah miara tuyul.
Menurut dia, itu cara cepat kaya level terendah dengan resiko terkecil. “Miara
Tuyul itu cara gampang dapetin duit. Hanya ada satu masalah yaitu kapasitas
angkut yang rendah. Kan badan Tuyul cuma
segede botol Sosro, jadi tenaganya juga kecil. Sekali operasi, paling cuma bisa
ngangkut uang segepok. Itupun sudah kepayahan!” Kata Mbah Dukun menjelaskan.
Harga seekor tuyul ternyata bervariasi. Dari mulai 5
juta sampai yang puluhan juta. “Makin mahal makin cekatan tuyulnya dan
tenaganya juga makin besar. Saya saranin Mas beli Tuyul yang mahal, soalnya Tuyul
yang murah biasanya pemeliharaannya ribet, rewel dan sering mogok kerja!” Kata
Mbah Dukun. Jiah..kayak pegawai bergaji UMR aja, pikir gue. Kalo gue beli tuyul
jenis ini, bisa-bisa gue tiap hari di demo.
“Emang miara tuyul itu gimana, Mbah?” Gue nanya
penasaran.
“Ah gampang aja. Ga terlalu ribet kok, mirip miara
hamster ato ayam. Tiap hari harus dikasih makan. Kadang dia juga minta
dikelonin. Sedikit memberi pujian juga bagus untuk meningkatkan semangat
kerjanya!” Kata Mbah Dukun.
“Jenis makanan Tuyul tuh apa saja Mbah?” Tanya gue mulai
tertarik.
“Makanannya bervariasi. Kadang minta bakpau, kadang fried chicken juga mau. Tapi makanan
utamanya bukan itu. Kita kan tiap hari makan nasi, nah tuyul tuh tiap hari
harus disediain darah untuk menu utamanya. Itu makanan wajib, kalo kagak, dia
bisa ngambek terus kabur!”
“Maksud Mbah darah ayam ato darah sapi gitu?”
“Bukan. Emangnya harimau bisa minum darah ayam. Maksud
Mbah, darah manusia. Itupun harus yang masih segar!”
Mendengar ini gue langsung kaget. Busyet, darimana gue
bisa nyediain darah segar setiap hari? Emangnya gue pegawai PMI?
“Ada juga syarat wajib bagi yang miara Tuyul!” Kata
Mbah Dukun meneruskan penjelasannya. “Tiap malam Jumat kliwon, tuyul biasanya
minta netek sama pemiliknya!”
“Maksudnya netek gimana mbah?” Gue mengerutkan kening.
“Maksudnya netek kayak menyusui gitu. Tuyul kan pada
intinya jin yang masih punya sifat kekanak-kanakan. Dia suka dikelonin sambil ngisep
puting. Jadi mas kalo punya tuyul, tar tiap malam Jumat Kliwon, harus ngerelain
teteknya buat diisap sama si tuyul!”
“ASTAGA!” Gue teriak histeris. “Emangnya apa yang bisa
diisep? Saya kan cowok, Mbah, bukan ibu menyusui!”
“Ya ngisep darah, emang ngisep apaan!” Mbah Dukun
melotot.
“Bisa ga ngisep yang lain selain puting?” Tanya gue
nawar.
“Ga bisa. Emangnya selain ngisep puting, terus bisa
ngisep apa lagi? Masa ngisep pentungan!” Kata Mbah Dukun makin sewot.
“Yaa..namanya juga tawar-menawar, Mbah. Negosiasi dulu.
O ya, kalo ngisep puting orang lain bisa ga, Mbah?” Tanya gue lagi. Dalam
pikiran gue, kalo tu tuyul bisa ngisep puting orang lain, kayaknya gue mau tuh
miara dia. Gue kan punya temen tuh, si
Dayu, yang gayanya agak kebencong-bencongan. Tar kalo malem Jumat Kliwon gue panggil dia ke rumah terus gue
ajak ngobrol dan gue suguhin martabak kesukaannya. Nah ketika dia lagi asyik
ngemil martabak, diam-diam gue masukin tuyul gue ke dalam bajunya. Terus gue
teriak sama Tuyul Gue “Isep putingnya, Yul!” Biar dia isep tuh puting si Dayu
sepuas-puasnya. Kalo si Dayu ampe semaput, gue tinggal beli Sangobion sama susu
tuk tambah darah.
Ternyata usul gue tuk ngisepin Tuyuk ke orang lain
ditolak mentah-mentah sama Mbah Dukun. Akhirnya setelah betengkar sejam, Mbah
Dukun nyerah dan menyarankan jenis magis yang lain.
“Kalo ga mau miara tuyul, gimana kalo nyegik aja?”
Tawar Mbah Dukun. “Nyegik atau Babi Ngepet ini termasuk jenis pesugihan, cara
cepat kaya level 2. Sekali ngelakuin, bisa dapat duit sekarung, bahkan bisa
ngosongin brankas tanpa ketahuan!”
“Wah ini menarik!” Teriak gue semangat. “Gimana
caranya, Mbah?”
“Caranya agak sedikit ribet!” Jawab Mbah “Pertama, Mas
harus puasa dan bersemedi dulu di suatu tempat keramat selama tiga hari tiga
malem. Di malam ketiga Mas jampein mantra-mantra sambil bakar kemenyan. Tar Mas
bakal didatengin siluman babi. Nah disitu nanti mas dikasih jubah keramat tuk
nyari duit!”
Wah ga terlalu ribet, pikir gue. Semedi tiga hari tiga
malem sih kayaknya gue bakal kuat. Gue kan pernah punya pengalaman semedi di
warnet sambil maen game Empire Earth
tujuh hari tujuh malam dan slamet ga kenapa-napa. Masalah puasa juga gue udah
biasa. Udah setahun ini gue puasa ga makan jengkol, dan gue baik-baik saja. Ketemuan
sama siluman babi? Itu juga ga masalah. Gue kan penggemar berat film Kera
Sakti, dan siluman babi kayaknya tampangnya ga jauh-jauh amat sama si Pat Kay
temennya Sun Go Khong.
“Trus cara dapetin uangnya gimana, Mbah?” Tanya gue.
“Gampang kok! Tengah malem Mas pasang lilin tiga biji.
Trus minta keluarga Mas, istri atau sodara tuk jagain tu lilin biar ga sampe
mati. Sementara mas sendiri keluar sambil pake jubah. Nah begitu keluar, dimata
orang-orang, si Mas nih bentuknya akan menyerupai babi hitam. Tar Mas tinggal
keliling ke kampung-kampung nyari rumah orang kaya. Kalo udah ketemu rumahnya, Mas
tinggal gosokin aja bibir Mas ke dinding rumah itu, tar duit di rumah itu
dengan sendirinya akan berpindah ke rumah Mas!”
Wah ga terlalu sulit, pikir gue. Gue kan biasa begadang
di pos ronda, jadi kalo cuma keliling malem-malem nyatronin rumah-rumah orang
kaya sih ga susah. Paling gue harus ngelatih bibir gue. Soalnya seumur idup gue
belum pernah nyosor tembok rumah. Mending kalo tembok rumahnya bersih, lha kalo
temboknya udah jamuran, bisa-bisa bibir gue kena infeksi dan bengkak segede kue
serabi.
“Ada pantangannya ga, Mbah?” Tanya gue.
“Pantangannya dua, Mas. Pertama lilinnya ga boleh mati.
Biasanya kalo Mas lagi dalam bahaya, misalnya dikejar-kejar satpam ato petugas ronda,
lilinnya bakal goyang-goyang, jadi biar Mas selamet harus dijaga baik-baik.
Kedua, Mas hanya boleh beroperasi dari tengah malem ampe sebelum shubuh. Kalo
lewat shubuh masih berkeliaran, mas ga pernah bisa lagi jadi manusia!”
Wah kayaknya resikonya ga berat, pikir gue. Gue tinggal
bawa jam tangan aja ato HP, trus alarmnya di setel ke jam 3.30. Jadi gue ga
akan sampe kesiangan.
“O ya, Mbah, bisa ga saya nyari duitnya ke bank ato
mesin ATM, ga usah ke rumah-rumah. Sekali operasi kan saya bisa dapet milyaran
tuh!” Kata Gue usul.
Mbah Dukun geleng kepala. “Ga bisa, Mas. Bank tuh
rata-rata pasang cermin buat penangkal tuyul. Mereka juga dijaga sama
mantra-mantra tertentu biar orang-orang yang pada nyegik ga bisa nyuri duit.
Lagian, Babi Ngepet tuh hanya bisa beroperasi di di kampung-kampung yang
tempatnya gelap dan remang-remang. Ga
bisa beroperasi di perkotaan karena banyak lampu jalan. Kalo beroperasi di
jalan raya, bisa-bisa ketabrak mobil atau ketauan satpam dan dikejar-kejar tuk
dijadiin sate!”
SOMPRET! Kalo gini sih susah, pikir gue jengkel. Kalo
ga nyosor tembok bank ato mesin ATM, berapa lama gue mesti nyegik biar dapetin
satu milyar? Lha orang-orang jaman sekarang mana ada yang masih nyimpen duit di kasur ato di
lemari. Semua pasti nyimpen duitnya di rekening bank. Yang disimpen di rumah
paling duit recehan sisa belanjaan. Kalo tiap malem, tarohlah gue beruntung
dapet sejuta semalam, berarti gue butuh 1000 hari kerja tuk dapetin satu
milyar. Itu berarti tiga tahun gue tiap hari tanpa henti harus kelayapan dari
kampung ke kampung dengan resiko ketangkep dan jadi babi seumur hidup. Masa
buat duit satu milyar aja gue harus ngorbanin diri jadi babi guling atau
dikremes jadi sosis. Ngerampok bank aja paling dipenjara seumur hidup, ga jadi
binatang segala.
“Selain miara tuyul dan jadi Babi Ngepet, ada cara kaya
yang lain ga, Mbah?” Tanya gue.
“Ada yang ketiga!” Jawab Mbah. “Ini cara kaya paling
yahud. Termasuk level tinggi. Namanya pesugihan Buto Ijo!”
Wah baru tahu gue, ternyata Hulk juga bisa bikin orang
jadi kaya. Gue pun nanya ke Mbah dukun tentang sarat-saratnya. Ternyata malah
lebih berat dibanding miara tuyul ato Babi Ngepet. Kata Mbah Dukun, untuk bisa
sukses pesugihan Buto Ijo, kita harus bertapa tujuh hari tujuh malam sampe
ketemu sama temannya si Hulk itu. Nanti si Buto Ijo ngasih kita duit sekarung
tiap malam jumat kliwon. Yang bikin gue ngeri, sebagai syaratnya gue mesti
numbalin satu orang tiap tahun buat jadi makanan Buto Ijo itu. Buset, kalo
mesti ngebunuh orang sih gue kagak mau. Mendingan gue miskin seumur hidup deh.
Akhirnya alternatif ini gue tolak mentah-mentah.
Ngomong-ngomong, denger pesugihan Buto Ijo ini gue jadi
teringat sama si Stan Lee. Jangan-jangan Stan Lee dulu pernah pesugihan juga,
kalo ga darimana dia bisa nyiptain karakter hulk. Emang di Amerika sana ada
setan Buto Ijo gitu? Perasaan yang ada cuma Vampire ama Drakula doank. Gue
curiga dia ngorbanin orang-orang di Marvel Comics buat tumbal buto ijo biar dia
jadi kaya raya kayak sekarang.
Alternatif terakhir yang ditawarin si dukun selain
pesugihan Buto Ijo adalah pesugihan Ngipri. Ngipri itu pesugihan dengan cara
kita kawin sama jin betina yang berbentuk ular. Nah tiap kita habis tidur sama
si ular betina itu, tar si ular ngelepasin sisik-sisiknya yang nanti akan
berubah jadi uang emas. Tapi gue ngeri sama pesugihan jenis ini. Kalo tidur sama
penari ular sih gua mau, tapi kalo sama ularnya, amit-amit deh. Tar bukannya
dapet duit, malah pala gue dicaplok dijadiin sarapan. Akhirnya semua alternatif
yang diberikan Mbah Dukun gue tolak. Gue pun pulang dengan hati dongkol.
Dari pengalaman gue itu, gue dapet menyimpulkan bahwa
di negeri ini jangankan dapet duit halal, dapet duit haram aja susahnya minta
ampun. Apapun jalan pintas yang dipilih, mau itu korupsi, nyegik, nuyul, ngipri
atau ngebuto-ijo, yang namanya jalan kejahatan tetap aja ada resikonya.
Ngorupsi resiko ketangkep KPK dan masuk penjara puluhan tahun. Nuyul bisa bikin
puting gue gelantungan ga karuan. Mending kalo tu tuyul cuma isep semili-dua
mili darah gue, lha kalo sekali isep sampe empat liter, gue bisa mampus
kehabisan darah. Nyegik sami mawon,
nyari duitnya susah dan kalo ketangkep gue bisa jadi babi buntet seumur hidup.
Ngipri terlalu mengerikan karena gue takut anu gue dicaplok. Ngebuto ijo? Wah
amit-amit kalo harus ngempanin tetangga gue buat makan malam dia. Akh...kalo
gini mendingan gue tetep aja jadi pegawai kecil, biar gajinya pas-pasan tapi
gue ga ngerugiin siapa-siapa.
***
Dukun hebat sdh menerapkan diversifikasi produk. Pasti dukunnya S2.... PWL
ReplyDelete