Blognya ternyata sudah mulai rame, ya! Terima kasih
atas responnya! Blog ini emang gue buat 100% untuk hiburan. Berisi
ocehan-ocehan politik yang gue kemas dengan gaya kocak, sarat humor tapi tetap
kritis dan menambah wawasan. Ceritanya ringan, santai tapi tetap berbobot. Lucu
tapi cerdas. Yang bisa nikmatin blog ini tentu orang-orang cerdas juga. Jadi
berbanggalah he he...!
Buat rekan-rekanku yang imut dan lucu-lucu, jangan lupa
ngasih komentar di bawah setiap postingan sehingga kita bisa saling berbagi
unek-unek. Kita ramein blog ini sambil bercanda ria dan ketawa-ketiwi. Komentarnya
boleh apa saja kok, bebas, asalkan tidak menyinggung SARA. Boleh juga guyon
seputar dunia politik sambil nyentilin pejabat nakal dan mlorotin celana
koruptor. Dijamin ga akan ada yang dituntut pengacara, apalagi ditangkep
polisi. Soalnya sebelum rekan-rekan ditangkep, pasti gue dulu yang digelandang
ke pengadilan ha ha..
Banyak rekan yang bertanya tentang latar belakang
kenapa gue bikin blog ngocol politik. Kenapa sih harus politik, ga topik yang
lain aja? Jawabannya adalah karena politik itu memang selalu asyik untuk
dibicarakan. Topik yang aman untuk dibahas dimanapun kita berada. Di
perjalanan, di ruang tunggu apotek, di tempat mancing atau di pos ronda. Kalau
orang Jepang atau Eropa senang ngebahas masalah cuaca sebagai topik pembicaraan
dengan teman, di negeri ini justru ngomongin politiklah yang paling digemari. Buktinya
acara-acara debat politik di televisi selalu ga pernah kekurangan peminat.
Satu alasan lagi kenapa gue bikin blog ngocol politik
adalah karena inilah satu-satunya ajang tempat gue curhat. Tempat gue bisa
mengungkapkan semua kekesalan gue ke seluruh penjuru negeri. Tempat gue
ngobatin stres akibat kondisi negara yang masih carut marut. Dengan ngocol
politik berarti gue bisa ngomel, caci maki dan ngamuk-ngamuk sepuasnya tanpa
resiko.
Ga percaya? Coba deh dateng ke polsek terdekat. Kita
kumpulin semua polisi di satu ruangan, terus kita ngoceh masalah politik.
Partai A jelek, Partai B kadernya suka korupsi, politik kita amburadul, anggota
dewan kita udah pada gemblung, para pejabat tukang korupsi semua, hakim kita
pada payah, jaksa tukang terima suap dsb. Selama kita ga nyebut nama orang,
kita ga akan ditangkep. Paling dikira orang gila dan diseret keluar kantor.
Tapi coba kita berkendara pake motor tanpa helm, meski kita ga ngomong apa-apa,
dijamin langsung disemprit dan terpaksa keluar duit 100 rebu.
Bagi gue, politik merupakan salah satu obat stres yang
ampuh. Kalo gue lagi ga punya duit, gue tinggal maki-maki sistem ekonomi
kapitalis. Kalo anak gue nilai sekolahnya jeblok, gue tinggal maki-maki menteri
pendidikan. Kalau gue terjebak kemacetan, gue tinggal omelin pejabat pemerintah
yang ga becus ngurusin jalan. Kalo gue lagi pusing sama kondisi sodara-sodara
gue yang makin miskin, gue tinggal ambil foto anggota dewan, gue maki-maki terus
gue jeblosin ke lubang toilet.
Bikin blog ngocol politik juga merupakan satu bentuk
tanda syukur gue atas kondisi politik negeri yang makin membaik (meski masih
banyak borok disana sini). Sejak bergulirnya era reformasi, negara kita berubah
dari negara demokrasi abal-abal jadi negara demokrasi beneran. Kita jadi bebas
bicara, bebas ngomel dan bebas ngemukain pendapat tanpa takut diciduk hansip. Kita
bisa ngawasin jalannya roda pemerintahan dengan lebih terbuka. Bisa turut
ngomentarin ini itu sambil memberikan kritik yang konstruktif.
Sayangnya, masih banyak orang yang mencoba mengecilkan
arti reformasi. Sebagai angkatan reformis 98, gue agak prihatin dengan adanya
oknum-oknum tertentu yang mencoba menggiring opini masyarakat seolah-olah masa
orde baru masih lebih baik daripada masa sekarang. Sampai-sampai ada slogan
konyol bergambar Soeharto yang dicetak di kaos dengan tulisan “ENAKAN JAMANKU
TOH?” Bener-bener sableng. Meski tujuannya cuma buat lucu-lucuan, tapi dari
segi image masyarakat, tulisan itu
benar-benar kontra produktif dengan perjalanan reformasi negeri.
Apa yang nulis slogan itu ga kepikir kalo kondisi
melarat yang kita rasakan sekarang justru karena ulah para pejabat dan
politikus di jaman orde baru? Dulu di masa Soeharto, kondisi ekonomi ga sesulit
sekarang. Tapi semuanya semu. Ekonomi kita stabil karena ditunjang dengan utang
luar negeri yang terus mengunung. Disokong oleh renternir dan kapitalis luar
negeri yang rame-rame nyedot darah rakyat bak lintah. Akibatnya utang makin numpuk,
sumberdaya habis dan krisis pun terjadi. Ibaratnya orang yang kaya raya dari
utang. Dari luar kelihatan makmur, tapi ketika utangnya jatuh tempo, diapun
semaput.
Saat ini negara kita emang seperti kondisi orang yang
baru masuk UGD. Terkapar di rumah sakit tanpa daya. Semuanya terasa ga enak. Disuntik
di pantat, ditusuk infusan dan diloloh setumpuk obat. Makanpun dibatasi cuma
bubur campur sayur yang ga ada rasanya. Bangun ga enak, tidur juga ga nyenyak.
Tapi ya semua itu harus dijalani kalau pengen sembuh.
Biasanya kalo lagi sakit, wajar kalo kita suka ngayal
yang enggak-enggak. “Enakan jaman dulu ya, waktu masih sehat. Bisa makan McD,
bisa nyosor bakso, bisa nyeruput es buah, bisa makan soto babat sepuasnya dsb”.
Lha iya, emang enakan dulu sebelum sakit. Tapi kita sakit kan karena dulu waktu
kita sehat apapun diembat. Segala macam racun masuk perut, jadinya ya sakitlah
kayak sekarang. Nah apa berarti nanti setelah sembuh kita mau kembali ke
perilaku jaman dulu? Enggak kan! Kita harus berubah. Kita memang lagi sakit,
tapi kita juga lagi diobatin. Jadi sabar dulu. Nanti juga toh kita akan kembali
sehat dengan kondisi tubuh jauh lebih baik dibanding masa sebelum sakit.
Analogi ini sama dengan apa yang terjadi di negara
kita. Jaman orde baru emang tampaknya enak, tapi ingatlah gara-gara jaman
itulah kita jadi sakit parah seperti sekarang. Kalau mau sembuh dan sehat
selamanya, ya jangan mau kembali ke masa orde baru. Justru kita harus berusaha
agar masa orde baru ga terulang lagi. Sekarang ini negara kita lagi memasuki
era penyembuhan. Jadi wajar kalo semuanya terasa sakit. Ekonomi morat-marit,
rakyat kelaparan, harga-harga pada melambung. Tapi ya ditahan aja dulu. Namanya
juga masa penyembuhan. Harus mengalami berbagai derita sebelum kita menikmati
hasilnya.
Kalau dilihat secara dari kacamata keseluruhan, para
pemimpin kita sebenarnya sudah mulai berupaya melakukan perbaikan. Negara kita
terus diobati. Pasca kejatuhan Soeharto, negeri ini carut-marut diambang
kehancuran ekonomi. Disintegrasi NKRI mengancam. Untuk menangani kekacauan
ekonomi politik yang berlarut-larut, Presiden Habibie terpaksa ngambil
langkah-langah tidak populer. Pertama, tuk stabilitas ekonomi kita harus utang
sama IMF. Ya terpaksa menggunakan jasa renternir, wong kita emang bener-bener butuh
duit. Untunglah ditengah beban negara yang gila-gilaan, terjadi krisis Timor
Timur. Emang menyakitkan ketika kita dipaksa harus melepaskan wilayah
kedaulatan sendiri. Tapi dari sisi kacamata positif, wilayah Timtim emang harus
diamputasi karena cuma jadi beban negara. Rakyatnya ga mau lagi gabung dan
sumberdaya alam pun tidak ada, ya udah dilepas aja daripada jadi beban subsidi
seumur-umur. Tindakan pragmatis Habibie harus diakui cukup membantu stabilitas
ekonomi kita.
Jaman Gusdur, merupakan jaman dimana terbentuk secercah
harapan ditengah-tengah keputusasaan bangsa. Masih ingat kan ketika Gusdur
dilantik MPR terus semuanya teriak “Allahu Akbar”? Benar-benar memberikan kesan
sangat mendalam bagi seluruh raktyat. Membuat kita mulai kembali percaya diri
sebagai bangsa yang kuat. Jaman Gusdur adalah jaman awal reformasi terhadap
birokrasi. Kementrian penerangan yang dulu digawangi Harmoko dibubarkan. Istilah
“Gitu aja kok repot!” jadi slogan dimana-mana sebagai solusi atas njelimetnya birokrasi.
Semua tatakrama dan keribetan pemerintahan jadi cair dengan sikap nyeleneh yang
diperlihatkan Gusdur. Duit negara digelontorkan sebesar-besarnya untuk rakyat
lewat berbagai program kredit lunak. Meski hasil kerja pemerintahan masa beliau
ga terlalu memuaskan, tapi setidaknya sosok beliau sebagai kyai ulung membuat
bangsa kita kembali punya harapan.
Dijaman Megawati, peranan IMF sebagai tukang kredit
yang selalu ikut campur urusan orang mulai dilemahkan. BUMN yang bobrok dan ga
menghasilkan dijual tuk menutupi utang-utang luar negeri. Kwik Kian Gie muncul dengan ide ekonomi
kerakyatan dimana ekonomi nasional ala kapitalis direformasi total. Harga-harga
distabilkan. Bantuan keuangan untuk masyarakat dipergencar. Ketergantungan pada
luar negeri dikurangi.
Ketika SBY-JK memimpin, ekonomi dan politik negara
sudah mulai mengalami tahap penyembuhan awal. Meski kebijakan SBY membuat
negara kita kembali menumpuk utang, tapi ada sejumlah program yang patut
diapresiasi. Diantaranya program pengurangan ketergantungan BBM dengan
mengkonversi konsumsi minyak ke gas. Dibawah inisiatif JK, Aceh yang selama
puluhan tahun jadi sasaran kesadisan tentara Soeharto, berhasil diselamatkan. Kebijakan
BLT, meski menuai konfrontasi, terbukti cukup membantu bagi masyarakat miskin.
Begitu juga dengan kebijakan bantuan kesehatan untuk masyarakat miskin melalui
program askeskin dan jamkesmas. Sayang di periode kedua, pasca turunnya JK, SBY
tidak mampu menelurkan program reformis apapun. Program satu-satunya yang cukup
baik hanya program BPJS, itupun belum teruji keberhasilannya dan lebih terkesan
berbau politik karena baru diluncurkan di akhir masa jabatan.
Satu lagi masalah yang cukup menggembirakan adalah
masalah pemberantasan korupsi. Salah satunya adalah terbentuknya KPK di era
kepemimpinan SBY-JK. Meski di jaman SBY-Boediono lembaga ini terus diguncang
dan dipreteli, tapi hingga hari ini KPK tetap bertahan.
Memang saat ini masih ada sebagian masyarakat yang
apriori terhadap berjalannya reformasi karena masalah korupsi masih belum
terselesaikan. Mereka berkata “Kok di jaman reformasi korupsi malah makin
marak!” Padahal pada kenyataannya korupsi justru makin menyusut. Dibanding
jaman orde baru, korupsi di negeri ini sudah jauh berkurang. Pada masa orde
baru, korupsi ga terasa karena semuanya dari mulai Presiden sampai pamong desa
ramai-ramai korupsi tanpa ada pengawasan. BPK ndableg, kejaksaan budek, para
pejabat pengawas ikut bancakan. Tidak ada yang memprotes, tidak ada yang
mengkritik. Semuanya bungkam, termasuk media cetak dan televisi. Jadinya terasa
adem ayem seperti ga ada apa-apa.
Jaman sekarang lain. Semua orang tidak takut lagi
bicara benar. Semua lembaga tahu bahwa pada akhirnya tidak akan ada tempat lagi
bagi koruptor nakal. Kita punya KPK, kita punya LSM dan ormas yang aktif
ngawasin korupsi, kita juga punya awak media yang berani memberitakan. Tidak
seperti pada masa orde baru, pada jaman reformasi sekarang, tindak pidana
korupsi mulai diberangus, diproses dan dipertontonkan kepada seluruh rakyat.
Jadinya emang tampak rame. Berita korupsi dimana-mana. Tapi itu justru hal yang
positif. Makin banyak berita korupsi, berarti makin banyak koruptor yang
ketahuan nyolong. Itu berarti banyak koruptor yang ketahuan belangnya dan akhirnya
bisa digiring ke penjara. Makin ramai berita korupsi, makin positif. Yang harus
ditakutkan justru kalau ga ada berita sama sekali. Itu berarti korupsi berjalan
lancar tanpa ada pengawasan, sama seperti di jaman Orde Baru.
Kalau diambil analogi, berita penangkapan koruptor ini
sama dengan kejadian di pos ronda. Kalau kita dengar petugas ronda baru saja
menangkap maling, kita jadi cemas. “Wah berarti di daerah kita banyak maling,
dong!” Lho kenapa harus cemas? Justru
makin banyak berita maling yang ketangkep, berarti petugas ronda bener-bener
melakukan tugasnya dan lingkungan kita akan semakin aman. Daripada lingkungan
kita tampak adem ayem tapi tahu-tahu motor ilang, panci lenyap, jemuran raib.
Jadi, kalau akhir-akhir ini kita sering dengar berita
korupsi di media, kita harus senang. Berarti KPK, aparat hukum dan pihak media
benar-benar melakukan tugasnya dengan baik. Banyaknya LSM dan wartawan yang
keluar masuk kantor pemerintahan juga harus disambut baik. Setidaknya para
pejabat korup hidupnya jadi ga bisa tenang. Banyaknya berita penangkapan
koruptor juga akan membuat para pejabat korup jadi mikir dua kali tuk maling.
Ga bisa seenaknya merampok uang rakyat seperti jaman orde baru dulu.
Sebagai masyarakat berpendidikan, kita juga sebenarnya
punya tanggungjawab moral tuk ikut memberantas tindak korupsi. Jadi melalui
blog ini gue ajak semuanya untuk turut mengawasi. Aktif melaporkan dan tidak
segan-segan menyeret para koruptor ke penjara. Kalaupun tidak bisa seperti itu,
setidaknya kita turut mengawal reformasi lewat kritikan dan saran baik
ditujukan pada pemerintah maupun para politisi.
Nah apa yang gue lakukan dengan membuat blog
“ngocolpolitik” merupakan salah satu bentuk partisipasi untuk turut membenahi
negeri. Lewat blog ini gue berharap bisa menghibur banyak orang sekaligus
memperkuat opini publik bahwa korupsi emang biang kerok yang harus diberantas
sampe tuntas.
Emang sih, niat gue tampaknya terlalu muluk. Tapi ya
mau gimana lagi. Gue kan bukan polisi, jaksa, hakim apalagi anggota KPK. Gue
cuma rakyat kecil di ujung negeri yang turut prihatin atas kondisi bangsa. Sama
seperti banyak teman-teman gue di seluruh peloksok negeri. Orang-orang biasa,
bukan pejabat atau tokoh penting, tapi punya niat tuk memperbaiki negara. Jadi
sementara yang gue bisa lakuin ya cuma ngelawak sambil kritik sana kritik sini.
Setidaknya kalau ada koruptor yang baca tulisan gue, dia jadi tersindir terus
malu. Syukur-syukur jadi sadar kalau apa yang dilakukannya jauh lebih buruk
dibanding copet dan maling ayam.
So, ayo baca terus blog gue. Kita ketawa-ketiwi sambil
rame-rame mlorotin celana koruptor. Kita sama-sama teriakan ke seluruh dunia
“KORUPTOR? GO TO HELL, BABY!”***
ASalamNGJCJL!