Bagi PNS yang kerjaannya ngurusin proyek, mereka sudah biasa dikejar-kejar suruh cepat-cepat ngabisin anggaran. Kalau kita menyempatkan diri ngikutin rapat pelaksanaan pembangunan baik di tingkat provinsi maupun pusat, setiap pimpinan rapat baik itu dirjen atau menteri atau pejabat lainnya selalu nuntut agar anggaran cepat-cepat diserap. “Pembangunan sudah berjalan enam bulan, tapi penyerapan anggaran masih dibawah 25%. Apa saja kerja kalian. Ayo cepat habiskan duitnya!” Itulah kira-kira tuntutan mereka. Saking jengkelnya karena diomelin terus, teman gue yang orang jawa sempat berseloroh “PNS ini emang bener-bener ndableg ya! Wong disuruh ngabisin duit aja susahnya minta ampun, gimana kalo disuruh nyari duit? Pasti langsung klenger!”
Logikanya memang pejabat yang megang proyek dituntut
untuk menghabiskan anggaran sesuai jadwal yang ditetapkan. Soalnya makin lambat
pelaksanaan pembangunan, duit makin numpuk di kas dan ga bisa disalurkan pada
masyarakat. Masalahnya banyak oknum pejabat keuangan yang justru terkesan mempersulit
pencairan anggaran. Anggaran yang harusnya bisa dicairkan bulan Januari, justru
baru bisa dicairkan bulan Maret. Yang bulan Maret baru bisa dicairkan bulan
Juni. Apa emang sengaja? Bisa jadi! Soalnya sebelum dicairkan, duitnya bisa
depositokan dulu biar dapet bunga lumayan. Kalo dihitung-hitung, bisa untung
gede banget tuh. Contoh, kalau suatu kabupaten/kota punya anggaran pembangunan
500 milyar, hanya dengan didepositokan 3 bulan, 1% bunganya aja udah mencapai 5
milyar kan? Pantes aja pejabat keuangan pada gendut-gendut.
Jabatan pengelola keuangan dan pelaksana proyek emang
merupakan posisi basah untuk korupsi. Disamping dengan cara ngotak-ngatik
jangka waktu pencairan anggaran, duit haram bisa didapat dari banyak saluran
lainnya. Misalnya dari komisi pemborong, dari makan duit ATK, dari setoran
penerima bantuan, manipulasi perjalanan dinas atau dengan langsung motong
anggaran tanpa basa-basi. Melihat hal tersebut, wajar kalau profesi PNS selalu
jadi sorotan publik karena profesi ini dianggap rawan penyelewengan.
Karena PNS merupakan bagian dari eksekutif birokrasi yang
memiliki kewenangan pengelolaan anggaran pembangunan, masyarakat selalu
menganggap profesi ini sarat dengan tindak pidana korupsi. Padahal pada
kenyataanya PNS yang mempunyai kewenangan dalam pengelolaan anggaran hanya
segelintir saja, ga nyampe 5%. Sebagian besar PNS justru lebih banyak
melaksanakan fungsi pelayanan contohnya guru, dokter, perawat dan penyuluh.
Selain itu, penyelewengan anggaran sebenarnya tidak hanya rawan terjadi di
kalangan eksekutif, bahkan kalangan legislatif terindikasi banyak terlibat
kongkalingkong anggaran. Ditetapkannya undang-undang yang memungkinkan pengajuan
anggaran lewat dana aspirasi anggota dewan merupakan salah satu pemicu.
Jaman dulu, Pengajuan anggaran lebih bersifat ‘bottom
up’. Usulan kegiatan pembangunan hanya melalui satu saluran yaitu melalui
Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) dari mulai tingkat desa, kecamatan,
kabupaten hingga tingkat nasional. Usulan masyarakat ditampung di desa,
diajukan ke kecamatan kemudian dikompulir di kabupaten. Setelah itu dipilih
mana ajuan yang layak untuk didanai. Tapi dengan dibukanya saluran aspirasi
dewan, anggota dewan selaku legislatif jadi ikut rame-rame terlibat dalam penjatahan
anggaran. Bahkan tidak hanya sampai situ, mereka juga ikut rame-rame
mengkorupsi anggaran yang mereka usung. Akibatnya sering terjadi
gontok-gontokan antara legislatif dan eksekutif. Bahkan para pejabat Yudikatif
pun turut juga ambil bagian memperebutkan duit rakyat.
Kalau gue gambarkan dengan sederhana, gontok-gontokan
mereka kira-kira sebagai berikut:
Orang eksekutif bilang “Menurut aturan, yang
merencanakan dan melaksanakan kegiatan proyek kan harusnya gue sebagai eksekutif.
Jadi terserah gue donk!”
Orang legislatif bilang “Tapi yang mengesahkan anggaran
kan gue! Kalo lu ga bagi-bagi ke gue, gue ga mau ngetok palu biar lu pada
sekarat ga punya proyek!”
Orang Yudikatif bilang “ Bentar...bentar..jangan pada
betengkar dulu. Pada akhirnya yang memeriksa pelaksanaan proyek itu kan gue.
Biar lu pada rebutan proyek, tapi kalo gue nyatain proyek lu sarat korupsi, lu
bedua gue seret ke penjara. Jadi gue juga harus kebagian!”
Perebutan kue anggaran seperti itu terjadi hampir di semua
level dari mulai tingkat kabupaten kota hingga pusat. Akibatnya perencanaan
kegiatan pembangunan jadi ga tepat sasaran. Penetapan anggaran selalu molor
akibat tarik-menarik kepentingan. Yang rugi siapa? Tentu saja rakyat. Duitnya
dipake rebutan sementara rakyat pada bengong nungguin bantuan pemerintah yang
ga datang-datang. Kalaupun datang, kebanyakan yang dapat orang partai, bukan
masyarakat bawah.
Sebagai abdi negara, pekerjaan sehari-hari gue jarang
bersentuhan langsung dengan pelaksanaan proyek. Meski begitu gue sedih juga
melihat kondisi negeri ini. Legislatif selaku pembuat aturan, eksekutif selaku
pelaksana aturan dan yudikatif selaku pengawas aturan malah rame-rame pada
melanggar aturan. Ribut bagi-bagi proyek sambil saling sikut. Semuanya gotong
royong merampok duit rakyat. Yang ketiban sial ya PNS sebagai pelaksana
pembangunan. Masyarakat jadi apriori terhadap profesi PNS. Dianggapnya korupsi
yang terjadi di negeri ini semua pelakunya adalah PNS. Padahal ga semua PNS
melakukan korupsi. Sebagian besar PNS justru ga pernah terlibat korupsi.
Jadi siapa sebenarnya yang melakukan korupsi? Korupsi
itu biasanya dilakukan anggota dewan dan para pejabat PNS tingkat tinggi, bukan
PNS ecek-ecek kayak gue. Temen-temen gue para guru, perawat dan penyuluh mau
korupsi apaan? Wong duit yang mau dikorupsinya aja kagak ada. Jadi kalau
dihitung dengan persentase, masih jauh lebih banyak PNS yang bersih dibanding
yang korupsi.
Kalau memang sebagian besar PNS adalah bersih, lalu
kenapa Indonesia ga maju-maju? Ya salah satu alasannya karena sistem
pengangkatan pejabatnya ya ga bener. Sudah jadi pengetahuan umum bahwa untuk
naik jabatan hingga eselon III, II dan I, masih banyak instansi pemerintah dari
mulai tingkat kabupaten hingga pusat yang menerapkan sistem suap dan sogok.
Akibatnya PNS yang jujur dan bersih selalu ga kebagian jabatan. Akibatnya
posisi pejabat umumnya diisi sama pelaku suap dan sogok itulah. Bagaimana nasib
PNS yang jujur? Ya tetap hidup, cuma ga pernah dapet jabatan. Lha gimana mau
jadi pejabat wong duit buat nyogoknya aja kagak punya. Gaji aja pas-pasan.
Jadi gimana caranya PNS bersih agar bisa naik jabatan?
Ya harus punya duit. Darimana duitnya? Ya satu-satunya cara berarti harus
korupsi kan? Duit hasil korupsi itulah yang dibuat untuk nyogok. Jadi kalau
kagak korupsi, kemungkinannya kecil sekali tuk memegang jabatan tinggi.
Memang harus diakui bahwa masih ada segelintir pejabat
yang karirnya naik karena prestasi. Tapi jumlahnya bisa dihitung dengan jari. Jadi
PNS bersih dan jujur itu emang susah tuk dapet jabatan strategis. Kalau
prestasinya ga keren-keren amat, susah sekali tuk meraih posisi lebih tinggi.
Dari hasil pengamatan gue, di instansi pemerintahan
yang bobrok, hanya ada 5 cara tuk naik jabatan:
1. Kita bisa naik
jabatan kalau kita punya duit banyak. Untuk punya duit banyak dalam waktu singkat,
berarti kita harus korupsi, ngerampok bank atau nyelundupin narkoba.
2. Kita bisa naik
jabatan kalau kita anak pejabat tinggi atau pengusaha kaya. Kita juga bisa naik
jabatan kalo punya sodara anggota dewan atau punya hubungan darah sama pimpinan
LSM/ormas/tokoh berpengaruh sehingga bisa nekan pimpinan untuk naikin jabatan
kita.
3. Kita bisa naik
jabatan kalau kita punya bakat cari muka. Harus mau jilat pantat kiri kanan.
Bersedia jadi budak seumur hidup. Selalu bertindak ABS (Asal Bos Senang) dan
bersedia pasang badan untuk nutupin borok pimpinan.
4. Kita bisa naik
jabatan bila kita punya prestasi yang luar biasa. Prestasi yang benar-benar top
sehingga bikin pimpinan kita ‘terpaksa’ naikin jabatan kita karena cuma kita
satu-satunya yang mampu memegang posisi dalam jabatan tersebut.
5. kita bisa jadi
pejabat kalau kita punya dukun santet yang supersakti. Kita ancam saja pimpinan
kita bahwa kalau kita ga dinaikin jabatannya, kita akan suruh tu dukun tuk
masukin kompor dan panci kedalam perut pimpinan kita. Dijamin pimpinan akan
ketakutan dan buru-buru naikin jabatan kita.
Nah, dari uraian tersebut, kita tinggal pilih saja. Mau
jadi PNS jujur tapi ga pernah naik jabatan, atau mau jadi PNS nakal dengan
jaminan karir yang gemilang? Semuanya punya kekurangan dan kelebihan
masing-masing. Kalau milih jadi PNS jujur, kita mungkin akan hidup serba
kekurangan, sulit naik jabatan dan setiap hari diomelin istri karena pendapatan
ga naik-naik. Tapi disisi lain hidup kita bisa lebih tenang, ga takut apapun
dan mungkin kalau rajin ibadah saat mati kelak kita masuk surga.
Bagaimana kalau milih jadi PNS nakal? Sudah pasti karir
kita melesat bak meteor, punya banyak duit dan bisa kawin lagi. Tapi di sisi
lain hidup kita jadi ga tenang, selalu cemas kejahatan kita terungkap, terbuka
kemungkinan untuk masuk penjara dan kalau mati nanti kita 100% bakal masuk
neraka.
Jadi bagi rekan-rekan PNS, terserah mau pilih yang
mana. Gue sendiri memilih berusaha menjadi PNS yang jujur. Memang tak bisa
dihindarkan bahwa gue juga masih memiliki banyak kekurangan. Masih belum bisa
menjamin bahwa seluruh penghasilan yang gue dapat adalah halal 100%. Tetapi
setidaknya gue selalu berupaya untuk menghindari hal-hal yang bisa bikin gue
terjerumus jadi PNS nakal. Caranya? Gue berusaha untuk menghindari politik
kantor, ga mau ribut rebutan jabatan atau saling sikut kiri kanan tuk dapetin
proyek. Ga mau jilat sana jilat sini tuk nyari muka. Kalaupun mau naik jabatan,
satu-satunya cara yang bisa gue lakuin ya dengan menunjukan prestasi. Bekerja
dengan sungguh-sungguh dan penuh dedikasi.
PNS hanyalah sebuah profesi, sebuah pekerjaan. Sama
seperti profesi-profesi lainnya. Jadi PNS berarti harus terima dengan kondisi
apa adanya. Gaji kecil, teman-teman yang nakal serta aroma persaingan jabatan
yang kental. Gue juga harus terima bahwa hidup di dunia birokrasi seperti hidup
di dunia komunis, semuanya dianggap harus sama rasa sama rata. Prestasi ga
selalu dihargai. PNS yang rajin atau yang males tetap dapat gaji yang sama. PNS
lulusan berguruan tinggi bonavid dianggap sama dengan PNS lulusan perguruan
tinggi abal-abal. PNS yang cerdas dan kreatif disama ratakan dengan PNS yang
bebal dan blolot.
Jadi PNS berarti kita harus siap makan hati. Seperti
hidup di dunia mafia dimana yang jahat makin makmur sementara yang baik malah makin
melarat. Posisi-posisi strategis pemerintahan diisi PNS yang tolol tapi pandai
menjilat, pinter cari muka dan mau kongkalingkong ngerampok duit proyek.
Sementara PNS yang jujur, cerdas, kreatif dan rajin justru ditempatkan di
posisi yang tidak penting. Jadinya wajar kalau pembangunan tidak bisa berjalan
sesuai harapan. Pantes kalau negeri ini makin terpuruk dimana pejabat makin
kaya sementara rakyat makin sengsara.
Pertanyaannya adalah kenapa semua ini bisa terjadi? Apa
yang salah dengan sistem pengelolaan birokrasi negeri ini? Menurut gue akar
masalahnya bukan terletak pada lemahnya pemberantasan koruspi, tapi terletak
pada kualitas SDM. Biarpun pemerintah gencar memberantas korupsi, mati-matian
meningkatkan kinerja aparatur serta berusaha keras membenahi sistem
kepegawaian, tapi kalau SDMnya cekak, ya ga bisa apa-apa.
Salah satu penyebabnya adalah sistem perekrutan pegawai
negeri yang bobrok. Semua dimulai sejak jaman Orde Baru. Kita semua tahu pada
jaman orde baru sistem perekrutan PNS seperti sistem ahli waris. Formasi CPNS
yang lowong diisi dengan sistem KKN. Yang boleh masuk hanya anak, keponakan dan sodara para pejabat.
Tidak ada saluran terbuka untuk rakyat banyak. Jelas saja kualitasnya jadi ga
dijamin. Lulusan sekolah abal-abal yang tolol tapi punya hubungan dekat dengan
pejabat rame-rame masuk PNS, sementara lulusan perguruan tinggi yang cerdas dan
berdedikasi tinggi justru lebih memilih masuk perusahaan swasta yang memberikan
gaji lebih besar. Jadinya selama orde baru, PNS kebanyakan diisi dengan
orang-orang goblok semua. Nah para pejabat tinggi yang sekarang menduduki
posisi strategis pemerintahan kebanyakan adalah orang-orang rekrutan jaman orde
baru yang goblok-goblok itu. Jadi pantes kalau negeri ini sampai sekarang tetap
carut-marut.
Pada tahun 2005, dibawah pemerintahan SBY-JK, dimulai
sistem perekrutan PNS secara terbuka. Katanya sistem perekrutan tersebut
benar-benar murni bebas KKN. Tahun 2006 dianggap sistem perekrutannya masih
bersih. Tapi sejak tahun 2007 sampai sekarang, mulai lagi beredar isu KKN dalam
sistem penerimaan pegawai negeri. Kalau ini benar terjadi, akhirnya kita akan
kembali ke jaman Orde Baru. SDM birokrasi akan kembali diisi orang-orang tolol
yang tidak berkualitas.
Jaman dulu, orang-orang yang cerdas emang lebih memilih
jadi pegawai swasta dibanding jadi PNS. Tetapi sejak krisis moneter 1998,
dimana banyak terjadi PHK besar-besaran di sektor swasta, lulusan perguruan
tinggi yang berprestasi justru mulai beralih mengejar profesi PNS. Melihat
kondisi ini, pemerintah harusnya menjadikan ini sebagai peluang. Dengan
demikian banyaknya SDM berkualitas yang melamar jadi PNS, itu berarti
pemerintah punya kesempatan untuk memperbaiki SDM birokrasi. Tapi kalau praktek
KKN dalam sistem perekrutan CPNS tidak diberantas, ya percuma. Akhirnya CPNS
yang direkrut tetap pada bobrok dan korupsi makin sulit diberantas.
Meskipun begitu, gue sendiri tetap optimis bahwa suatu
saat Indonesia akan menemukan masa dimana negeri ini benar-benar bersih dari
praktek korupsi. Formasi PNS akan diisi oleh orang-orang yang benar-benar
berkualitas. Sisa-sisa PNS jaman orde baru toh akhirnya akan pensiun. Meskipun
baru-baru ini ada kebijakan kontroversi yang memperpanjang masa kerja pegawai,
toh tetap pada akhirnya para pejabat sisa orde baru itu bakalan mati juga.
Kalau udah mati, ya ga mungkin diperpanjang lagi masa kerjanya, kan? Nah saat
mereka berbondong-bondong masuk neraka, jabatan yang kosong bisa diisi generasi
muda reformis. Generasi yang benar-benar punya visi untuk membangun bangsa.
Jadi bagi rekan-rekan gue yang PNS, yang saat ini
merasa tertekan karena ga dihargai prestasi maupun kemampuannya, bersabar dulu
ya. Ga usah tergoda hal yang aneh-aneh. Ga usah terlalu berambisi tuk naik
jabatan dalam waktu singkat. Ga usah juga berambisi untuk cepat kaya. Sadarlah
bahwa kita PNS, abdi negara yang emang dari sononya juga ga mungkin bisa kaya.
Kalau mau kaya ya jadi pengusaha, jangan jadi PNS. Yakin aja kok, kalau kita
selalu berusaha bersih dan jujur, pasti Tuhan akan ngasih reward. Tugas kita adalah bekerja sesuai profesi masing-masing,
bukan mikirin jabatan, posisi atau duit. Tenang aja. Nanti juga ada masanya
dimana kita suatu saat akan berkesempatan memperbaiki negeri ini.
So, ayo kita kerja. Kita perlihatkan pada seluruh
rakyat Indonesia bahwa ga semua PNS bobrok. Masih ada kita-kita generasi muda
yang akan memperbaiki negara ini. Setuju? HARUS SETUJU!***
ASalamNGJCJL!
Cakepp tulisannya,..
ReplyDeleteSalam aja du...
mampir atuh ka : http://ading1976.blogspot.com/
Jadi PNS ecek-ecek yah paling bisanya cuma korupsi waktu Kang. Masuk telat-telat dikit,pulang cepat dan semacamnya. Korupsi juga tuh hehehe :p
ReplyDeleteSelamat datang di JAGDOMINO situs permainan kartu online uang asli terpercaya tanpa admin, tanpa robot, 100% member vs member. Dengan minimal deposit Rp 15.000 Minimal Penarikan Dana Withdraw Rp 30.000 Anda bisa memainkan 8 permainan kartu terpopuler :
ReplyDeleteBANDAR POKER
POKER
BANDAR Qiu
DOMINO99
BANDAR66
SAKONG
ADU Qiu
CAPSA SUSUN
Pastikan Anda login hanya melalui situs resmi kami di :
www(.)Jago288(.)com
Untuk setiap pertanyaan & permasalahan seputar permainan ataupun transaksi deposit & withdraw, Anda bisa menghubungi JAGODOMINO melalui kontak resmi berikut:
* LIVECHAT Jago288(dot)net
* PIN BBM : Jago288
* WA : +855964380085
* LINE : Jago288
Main & Menangkan Permainan Kartu Favorit Anda Dan Raih Bonus Cashback 0,5% Sebanyak-Banyaknya bersama Jagodomino...Yang Terbaik Untuk Anda!
>>> Member Jagodomino Prioritas Utama Kami <<<
( 🏆🏆🏆 Salam Jackpot Jagodomino 🏆🏆🏆 )